Dengan format yang sedikit beda dengan acara pencarian bakat sejenis, IMB (Indonesia Mencari Bakat) berhasil mencuri perhatian pemiarsa telivisi. Acara yang ditayangkan secara live oleh trans-tv tiap sabtu dan minggu malam ini menjadi tontonan (wajib) bagi kbanyakan orang di akhir pekan (termasuk saya). Tapi seperti kata pepatah, “segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik” mungkin berlaku juga dengan saya menyaksikan acara ini. Bukan karena melihat kontestan beraksi tapi lebih ke “system” penilaian yang mulai gak jelas dan cenderung subjektif. Acara yang awalnya “pemirsa yang menentukan” akhirnya menjadi “siapa yang pengin juri lihat minggu depan”. Faktanya:
Pekan pertama grand final
Berawal di babak grand final IMB ketika Saratus Persen (sekelompok seniman kreatif asal Bandung) harus out di edisi awal, penampilan mereka memukau dewan juri, tapi apa boleh buat perolehan poling SMS mereka paling rendah diantara 14 kontestan lainnya. Juri pun dengan berat hati melepas Saratus Persen meninggalkan IMB.
Pekan ke-2 grand final
(Mungkin) melihat kenyataan sepekan sebelumnya (keluarnya Saratus Persen), di pecan kedua grand final IMB format acara sedikit dirubah, para juri dengan dalih yang dicari bukan Cuma POPULARITAS TAPI JUGA KUALITAS, akhirnya format mentukan siapa yang harus “out” sedikit dirubah: 3 peserta dengan pooling SMS terendah masuk zona tidak aman, kemudian dewan juri yang menentukan siapa yang layak keluar dari ke-3 kontestan tersebut (jadi poling terendah pun gak jaminan langsung out). Perubahan yang saya nilai cukup bijak (waktu itu). “Korban” pertama format penilaian baru ini ini adalah Lius Firdaus, Lius dalam zona tidak aman bersama Bonita dan Belda (pekan sebelumnya Lius diselamatkan perolehan SMS yang sedikit diatas Saratus Persen). Penyanyi seriosa ini kurang menarik perhatian juri, dan dipilih sebagai peserta yang “layak” keluar malam itu.
Pekan ke-3 grand final
Perolehan pooling SMS terendah menempatakan (lagi-lagi) Bonita, Belda, dan duo pianis Jenis & Ryan. Bonita yang masuk ke grand final dengan “dihadiahi” juri “wild card”, secara “ajaib” berhasil lolos dari lubang jarum setelah hari sebelumnya “dihujani” kritik akibat dianggap “terlalu judes” n “gak pernah senyum” didepan kamera. Korbannya? Jenis and Ryan, duo pianis yang pernah mendapatkan penghargaan dari kedutaan Amerika ini harus pulang ke Surabaya (mereka baru sekali masuk level gak aman lho?!).
Melihat dari POPULARITAS Bonita jelas sudah tidak popular dimata pemirsa yang diwakili SMS-er (2 kali tidak aman, dan masuk grand final melalui “hadiah” dewan juri, bukan pooling SMS!), dari KUALITAS bonita mendapat banyak kritik dari dewan juri, lagi: kalau dia punya kualitas kenapa gak lolos Idonesian Idol, atau ajang pencarian bakat menyanyi yang lain???, sementara J&R untuk memainkan piano dengan format duet adalah hal yang unik dan langka, merekapun di apresiasi kedutaan Amerika tapi lagi-lagi karena dewan juri tidak pengin “jagoannya” keluar J&R pun jadi korban format baru yang penilainnya cenderung subjektif!
Pekan ke-4 grand final
Skenario “aneh” dibuat tim kreatif IMB, diakhir penampilan semua kontestan dan saat pembacaan siapa yang harus “out” dewan juri debat kusir dan saling adu argumen, penyebabnya?... 3 pooling SMS terendah diisi para “kandidat pilihan dewan juri”. Putri Ayu (penyanyi seriosa), JP Millenix (drummer cilik), dan Rumingkang (penari jaipong remaja) ada di level tidak aman.
Putri Ayu, meski dianggap monoton oleh Giring (nidji) tapi semua “juri senior” mengidolakan dia karena memiliki suara dan wajah yang sama “ayu”-nya, sayang kalau harus keluar di babak awal grand final karena para cowok bakalan sedikit berpaling dari ini acara karena gak ada cewe ayu yang mereka liat tiap pekan (termasuk saya, he..he..)
JP Millenix, lolos melalui “hadiah” / wild card (sama kayak Bonita), diidolakan Titi Sjuman dan suaminya (wong) Aksan Sjuman, sudah pasti gak bakal keluar karena “Titi sayang suami” (ia gak mbak titi?).
Rumingkang, wakil dari Bandung meski penampilannya saya anggap “biasa saja” dan layak keluar, tapi Trans TV akan rugi kalo jutaan warga Bandung gak menonton acara mereka.
Apa susahnya memilih 1 dari mereka? (ke-3) peserta masih ABG semua, kalau di tambah Brandon dan Fay sudah 5 “anak-anak” yang jadi finalis acara ini keluarnya mereka berarti mengurangi anak kecil yang tidur larut karena ingin melihat penampilan idolanya (think positif guyz!!!….)
Sukses tim IMB (dewan juri) mencari alibi agar ke-3 jagoan mereka tetep bisa bertarung minggu depan, dengan dalih “bertengkar”. Jagoan mereka dipastikan tampil lagi minggu depan, Job bertambah 1 episode dan pooling kembali banyak yang masuk!
Ini cuma analisa dari sudut pandang pribadi yang merasa dibodohi, demi keuntungan (pooling SMS untungnya banyak lho…) pihak-pihak tertentu, masyarakat jadi korban “pembodohan”.
Bisa dibayangkan kalau untuk acara yang sifatnya sekedar senang-senang (hiburan) dan masyarakat bisa melihat “live” saja banyak manipulasi disana-sini, bagaimana untuk acara / kegiatan yang lain? yang kita sebagai masyarakat gak melihat langsung? Apakah lebih banyak manipulasi juga disana?… Wallahua’lam…
0 komentar:
Posting Komentar