Senin, 15 April 2013

The Journey of Glory (Sebuah Perjalanan 5 Tahun Melatih)

Tak terasa 5tahun sudah saya di sini. Masih teringat jelas, waktu itu sekitar pertengahan tahun 2008 seorang teman baik saya menawarkan “pekerjaan” ini, pekerjaan yang kalau boleh saya sebut sebagai suatu tantangan. Melatih tim bola basket yang notabene olahraga “asing” di sekolah ini. 

Ya, salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pekalongan, yang sebenernya secara geografis justru lebih dekat dengan Kabupaten Pemalang (berbatasan dengan Comal) daripada ke Pusat Pemerintahan Kabupaten Pekalongan di Kajen. 

SMP Negeri 1 Sragi, Sekolah standar nasional yang saat itu sedang berusaha mengembangkan potensi anak dibidang non akademik dengan menghidupkan kembali ekskul bola basket yang bisa dikatakan “mati suri” dan selalu jadi “penggembira” tiap kali ikut serta ajang tahunan POPDA (Pekan Olahraga Pelajar Daerah) Kabupaten Pekalongan. Pak Kepala Sekolah sepertinya memahami hal ini dan sedari awal sudah mewanti-wanti saya agar tidak terlalu terbebani dengan target juara, karena bola basket bukanlah olahraga yang familiar seperti sepak bola ataupun bola voli di sekolah ini. 
Beliau mengatakan bahwa tugas saya “hanya” menghidupkan kembali ekskul bola basket, dan menunjukkan kepada pihak luar bahwa di SMP N 1 Sragi itu ada ekskul bola basketnya, kira-kira seperti itu keinginan Bapak kepala sekolah yang saya tangkap.

Keinginan sederhana yang pada akhirnya justru menjadi semacam “pelecut” saya dalam bekerja, dan memotivasi agar bisa memberi lebih dari sekedar apa yang Pak Kepsek minta. FYI: saya tipe orang yang tidak bisa (nyaman) bekerja jika dibebani target muluk dan macam-macam, tapi dalam bekerja saya selalu memberikan 101% apa yang bisa saya berikan. – Lukman, Basketball Sragi JHS Coach. (nb: bukan quote).

MULAI MELATIH NGE-COACH 

Selalu saja akan ada persinggungan antara “materi” yang diberikan pelatih sebelumnya dan yang “pelatih baru” berikan, saya menyadari itu. Terlebih setelah saya tahu bahwa pelatih sebelumnya adalah seorang pelatih volley, iya bola volley!. 

 “sesungguhnya melatih bola basket dengan anak-anak yang teknik dasarnya “nol” akan sedikit lebih mudah daripada melatih anak-anak dengan teknik dasar permainan yang “salah”. (nb: bukan quote juga). 

Setelah me-riset apa materi apa yang sudah diberikan pelatih sebelumnya hal pertama yang saya lakukan adalah semacam “meng install ulang” peserta ekskul, dari mulai penyebutan panggilan dari pelatih yang tadinya “Pak” menjadi “Coach”, cara berdoa, pemanasan, etika saat berada di lapangan bola basket, dan beberapa pembetulan teknik dasar, serta hal-hal lainnya. 

Kenapa saya melakukan ini semua dan tidak melanjutkan “tongkat estafet” dari pelatih sebelumnya? 
Yang pertama, karena yang saya latih adalah tim bola basket, bukan tim lari estafet! Yang kedua: “Karena saya menginginkan tim ini menjadi seperti apa yang saya inginkan, karena saya bertanggung jawab penuh terhadap tim ini kedepannya”. (nb: bukan quote, tapi kalau mau di copas ndak apa-apa).

Sebagai tim bola basket “pinggiran” praktis hanya POPDA turnamen yang kami ikuti, sebagai acuan berkembang atau tidaknya tim basket di sekolah ini.

Berhasilkah saya???

POPDA 2009 (Tahun-1)

Ini adalah event pertama yang saya ikuti, kami yang hanya mengirim 1tim putra dan masih tetap saja seperti tahun-tahun sebelumnya: menjadi penggembira dan harus “rontok” diawal... :'( *nangis berjamaah*

“Ternyata merubah hal-hal yang telah menjadi kebiasaan itu jauh lebih sulit daripada menciptakan kebiasaan itu sendiri” (nah, ini baru quote).

Oke, secara hasil akhir saya gagal tapi dari perjalanan selama setahun pertama, saya mulai menemukan sedikit “titik cerah” pada peserta ekskul yang masih kelas 7 yang mana mereka belum “terkontaminasi” pelatih sebelumnya sehingga lebih bisa “menangkap” apa yang saya inginkan. *senyum penuh harapan* :)

Dari sini saya mulai berfikir proyek jangka panjang, TINGGG!!!! *lampu muncul di atas kepala* okelah kalau memang kebiasaan lama sudah terlanjur melekat dan tidak bisa atau susah dirubah, saya “ikhlaskan” kelas 8 dan 9 sebagai generasi era kepelatihan saya yang “gagal” tapi saya tidak akan menyebut mereka “generasi gagal” tapi saya menyebutnya sebagai “generasi kurang beruntung”.

Seiring bergantinya tahun ajaran, satu “generasi kurang beruntung” menghilang (kls 9 lulus), tapi masih menyisakan 1 “generasi kurang beruntung” lain, sambil tetap berusaha memperbaiki performa “generasi kurang beruntung” Saya mulai fokus sama anak-anak ekskul generasi “titik cerah” yang sekarang sudah naik kelas 8 dan anak-anak “generasi baru” kelas 7.

Usaha meningkatkan performa saya lakukan dengan memperbanyak try out dan membawa anak-anak tanding keluar negeri latihan bersama tim-tim yang lebih mapan dan punya prestasi bagus di POPDA, seperti SMP 1 Kedungwuni, Wonopringgo, SMP MUH Pekajangan, dan SMP 1 Wiradesa, yang mana mereka adalah tim-tim unggulan tiap kali ada turnamen bola basket baik tingkat Kabupaten maupun Kota Pekalongan. Sebagai daerah yang berbatasan dengan kabupaten Pemalang, kami juga mulai didatangi “tamu” dari SMP Comal dan Ulujami.

Tidak selalu menang memang, tapi dari pertandingan-pertandingan tersebut setidaknya anak-anak mendapatkan banyak pelajaran mulai dari mental bertanding, sampai teknik dasar yang perlu mereka tingkatkan setelah melihat kualitas “kompetitor” mereka. Sayangnya, tidak semua orang mengerti “proyek jangka panjang” yang sedang saya lakukan, salah satunya ibu kantin.

Ya, ibu kantin! (apa hubungannya ibu kantin sama proyek jangka panjang?) , pertanyaan bagus, bagus sekali malah. :D *markitbas* (mari kita bahas)

Jadi ibu kantin ini adalah ibu yang senantiasa jualan di sekolah (yaiyalah :( ) dan “menemani” anak-anak latihan tiap sore, jadi dia satu-satunya saksi hidup, dan tau apa-apa yang saya lakukan saat melatih anak-anak ini. Mungkin karena punya ekspektasi yang berlebihan terhadap pelatih baru saya dan tidak puas dengan “performa” anak-anak dia suka ngasih masukan-masukan.

Pernah di salah satu pertandingan persahabatan yang mana kita adalah tuan rumah ibu kantin tiba-tiba mendekat ke bench (bangku cadangan) dan nyeletuk “kok kalahan terus kuwi kepriye pak...?” kalau ditranslate kira-kira begini: “Kok kalah terus itu bagaimana pak...?” Saat itu saya sedikit marah, bukan hanya kata-katanya yang provokativ dan terkesan seperti “ngajak berantem” tapi kata “PAK...” di akhir kalimat itu membuat kepala saya mendidih dan rambut saya mendadak lurus seketika.

Helloooowww.... saya dipanggil “Pak” oleh ibu kantin yang secara umur sebenernya lebih pantes jadi ibu saya. >,< gak bisa panggil yang lebih intelek semacam “coach” apa??? *ngunyah peluit*

Sebenernya saat itu saya pengin ngalungin peluit (yang sudah saya kunyah) ke ibu kantin, sekalian ngasih drill board dan spidol serta mempersilahkan beliau duduk di bench dan saya siap ngegantiin dia jadi BAPAK kantin yang jualan es marimas!!!. *EMOSI SAYA, EMOSI!!!!*
Tapi niatan itu saya urungkan dan saya anggap itu adalah “quote” motivasi agar saya bisa ngebuktiin bahwa tim ini adalah bukan tim yang “kalahan”.

*FYI: pasca drama “kok kalahan terus kuwi kepriye pak...?” entah siapa yang ngasih tau ibu kantin mulai manggil saya “kuch” tapi tetep saja ada “pak” di depannya sehingga saya dipanggil “Pak Kuch” :'(

Ternyata memang benar, merubah kebiasaan itu susah! *bikin bubur, selametan ganti nama* Oke, kita tinggalkan ibu kantin yang masih jualan gorengan, dan lanjut ke “proyek jangka panjang”.

POPDA 2010 (tahun ke-2)

Tidak terlalu mengecewakan, dengan kata-kata“kok kalahan terus kuwi kepriye pak?” yang selalu saja terngiang-ngiang. “Generasi kurang beruntung” yang berkolaborasi dengan generasi “titik cerah” mampu mendapatkan juara III putra POPDA Kabupaten, meskipun tim putri belum bisa memberikan piala tapi saya cukup puas dengan hasil POPDA di tahun ini dan se enggak nya saya bisa pamer ke ibu kantin, kalau tim kita bukan tim yang kalahan :-p

 ~Lalalaaa.... Yeyeyeee…~ *pamerin piala ke ibu kantin*

Berganti tahun ajaran, “generasi kurang beruntung” telah habis. Kini menyisakan generasi “titik cerah” dan “generasi baru I & II ” yang kelak saya namakan “GLORY” sebuah nama yang mewakili harapan saya kepada anak-anak generasi ini.
Mengendalikan anak-anak generasi ini jauh lebih mudah, karena saya telah mengenal karakter mereka masing-masing dan saya adalah coach pertama dan mereka masih “nol teknik” sehingga saya leluasa pengin menjadikan tim ini seperti apa nantinya.
 
Waktu itu persaingan di tim putri memang jauh lebih ketat dibandingkan tim putra, bayangkan di “generasi baru” ada 2 tim ditambah 1 tim “generasi titik cerah” sehingga untuk memperebutkan tim inti mereka tidak jarang saling cakar-cakaran dan jambak-jambakan harus bener-bener kerja ekstra keras. Beda dengan tim putra yang digabung semua generasipun cuma bisa membentuk 1 tim saja.

Seperti program latihan sebelumnya, saya masih sering mengajak tim ini buat try out, hasilnya pun semakin bagus, prosentase kemenangan lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Otimisme pun muncul, POPDA kita harus memberikan sesuatu yang lebih dari tahun sebelumnya!

POPDA 2011 (tahun ke-3)

Dengan semangat dan optimisme tinggi kami kembali menurunkan 2 tim Putra dan Putri, saya membawa tim kelas 8 dan 9 serta meninggalkan kelas 7, hasilnya?

Tim putra gagal total dan tim putri berhasil menembus semifinal, meskipun akhirnya juga kalah dan kembali ke sekolah tanpa mendapatkan piala. :'( *nagis berjamaah lagi* *siapkan perisai dan tutup kuping buat omongan ibu kantin*

Gagal total di POPDA 2011 sebenernya membuat saya pengin “nyerah” dan mengundurkan diri, tapi saya teringat quote bijak yang pernah dikirim kakak saya melalui pesan singkat saat saya gagal menang disuatu pertandingan, kira-kira seperti ini bunyinya:

“Banyak yang menyerah saat kita gagal, padahal tinggal satu langkah lagi kesuksesan itu akan diraih, dan akhirnya mereka hanya bisa menyesalinya”

Selain kekuatan quotes kakak saya itu, saya masih punya misi tersendiri buat “menyadarkan” ibu kantin bahwa tim ini bukanlah tim yang “kalahan”.

Setelah kegagalan di 2011 “generasi titik cerah” habis, dan “generasi baru” pun lahir kembali kelas 7, 8, 9 semuanya generasi baru. Metode latihan sedikit saya rubah, kami fokus memperbaiki performa tim, dan mengurangi porsi try out.
Kami bahkan lebih introvert (menutup diri) dari tim-tim lain, saat try out kami gunakan untuk membaca materi tim lawan dan saya merotasi semua pemain dari kelas 7, 8, dan 9 secara bergantian. Untuk “menyembunyikan” kekuatan kami yang sebenernya, saya cenderung memilih lawan tanding dari luar Kabupaten Pekalongan, yakni dari Kota Pekalongan dan tim-tim dari Kabupaten Pemalang. Sedangkan untuk membangkitkan mental, kami cenderung memilih lawan tanding tim-tim lokal yang seimbang ataupun sedikit dibawah kami.

Tidak hanya semangat dan metode latihan yang baru, menyambut POPDA 2012 kami tampil dengan kostum baru dan nama tim baru: “GLORY” ya, kami siap menyambut kejayaan!!! *kepalkan tangan ke udara*



POPDA 2012 (tahun ke-4)

Ada sedikit perubahan peraturan POPDA, yaitu kelas 9 tidak boleh dimainkan itu artinya semua sekolah hanya boleh memainkan pemain kelas 7 dan 8. Perubahan yang tidak memusingkan tim kami karena semua pemain sudah cukup mempunyai jam terbang yang merata karena sistem rotasi saat try out.

Fight yeah!!!

Setelah melalui babak pendahuluan Tim “GLORY” SMP 1 Sragi putra dan putri berhasil menembus semifinal, dan menghadapi lawan yang sama: SMP 1 Wonopringgo tapi dengan hasil yang berbeda. Tim putri kalah di semifinal, dan tim putra secara heroik menang untuk kemudian menantang SMP 1 Wiradesa difinal. Di hari terakhir, tim putri berhasil mengalahkan SMP Doro untuk menyabet juara 3, dan di pertandingan final tim putra kalah terhormat melalui waktu tambahan dan harus puas mendapat juara 2. *pamerin piala ke ibu kantin* :-p

Double throphy di tahun 2012 ini membuat kami semakin semangat, terbukti saat SMANDUNG (SMA 1 Kedungwuni) mengadakan event antar SMP, kami berhasil mendapat Juara 2 putri dan 3 putra.

Metode latihan dan sistem try out yang sama masih saya terapkan, di tahun ini saya pun mulai enjoy dan nyaman mengarahkan tim ini mau dibawa kemana dan akan dibikin seperti apa.

POPDA 2013 Tahun Terakhir? (Tahun ke-5)

Kami tidak datang dengan komposisi terbaik di tim putri, 2 pemain tidak bisa mengikuti POPDA karena umur, sedangkan tim putra kami kehilangan 1 pemain inti yang pindah sekolah. Dengan materi yang ada, target kami minimal bisa menyamai prestasi POPDA sebelumnya (2012) target yang kemudian dapat terealisasi setelah secara dramatis tim putri kalah setengah bola (1 poin) melalui waktu tambahan dari SMP wonopringgo (lagi) yang akhirnya menjadi juara. Di tim putra sendiri setelah menang tipis atas SMP Muhammadiyah Pekajangan kami lagi-lagi harus mengakui keunggulan tim SMP Wiradesa dan puas menduduki posisi runner up.

*FYI: setelah pertandingan POPDA 2013 beberapa pemain (putri) kami mendapat undangan seleksi POPDA tingkat karesidenan dan 2 diantaranya masuk tim Kabupaten Pekalongan. *bangga*

Beberapa SMA favorit juga sudah menyatakan ketertarikan pada beberapa pemain kami dan menjanjikan bisa masuk otomatis tanpa tes. *bangga lagi*



THE END...


5 tahun = 4 piala juara 3, dan 3 piala juara 2 bukanlah prestasi yang buruk untuk tim yang target awalnya hanya sekedar survive.

Mungkin hanya piala juara dua dan tiga yang bisa saya berikan, serta banyak yang beranggapan bahwa orang-orang akan mengingat dan mengenang siapa yang juara, bukan siapa yang peringkat dua atau tiga.

Mungkin anggapan itu benar bagi sebagian orang, tapi tidak halnya dengan saya yang masih dapat mengingat momen-momen bagaimana peringkat dua maupun tiga itu diraih.

Saya sangat menikmati bagaimana “perjalanan merintis kejayaan” ini, menikmati bagaimana kegagalan, berusaha bangkit dan survive bersama anak-anak menghadapi "rintangan-rintangan" yang ada sampai akhirnya kami dapat mengecap manisnya kemenangan.

Suatu tim yang besar harus dibuat dengan pondasi-pondasi yang kuat, dan saya sedang meletakkan pondasi-pondasi itu. Dan melalui pondasi-pondasi itu saya berharap akan memudahkan bagi siapa saja yang nantinya meneruskan “perjalanan” ini.

Mengakhiri postingan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada: Keluarga besar SMP Negeri 1 Sragi yang telah memberikan saya kesempatan untuk berkarya, serta anak-anak basket SMP 1 Sragi yang pernah saya latih dari semua generasi, Saya cinta kalian... :') *peluk dan cium satu-satu*  :*


 

Baca Juga Koleksi Artikel Lainnya:



3 komentar:

Unknown mengatakan...

Kereeennn coach..Alhamdulillah bisa mengabdi di kampung halaman..sya pinggin itu..he.he..sya jauh di ibukota..tetep bersyuku

cOach Hakim mengatakan...

Tetap syukuri, Jika Allah berkehendak kapan waktunya pasti ada jalan buat ngabdi di kampung halaman.. Tetep semangat berkarya di manapun berada.

Unknown mengatakan...

Sehat sehat coach

Posting Komentar